BAHASA YANG SOPAN




Bagi sebagian orang, berkomunikasi dengan bahasa yang sopan mungkin tidak terlalu mudah. Ukuran-ukuran kesopanan itu sendiri memang agak rumit. Dalam komunikasi tulis, pilihan kata amatlah krusial mengingat tidak adanya "faktor pendukung" lain seperti: intonasi, air muka, dan gerak tubuh. Sebaliknya, dalam komunikasi lisan justru hal-hal diluar pilihan kata itulah yang menentukan.

Kisah berikut ini sudah pernah diposting sebagai komentar atas "celotehan" Mbah Darmo, salah seorang selebriti kita. Karena nilai inspiratifnya, kisah ini layak untuk direpost:

Bejo --pengangguran bokek tukang begadang-- subuh hari baru mau pulang dari gardu ronda. Badannya lemas dan pegal-pegal tak tidur semalaman. Ia pun minta diantar Slamet, tukang ojek partner begadangnya. Sebagai sahabat, sudah tentu Slamet tak keberatan.

"Tahu enggak?" setengah menguap Bejo bercakap di boncengan motor Slamet, "pasti kata-kata pertama yang akan diucapkan isteriku saat aku mengetuk pintu nanti adalah: 'sayangku' ".

Slamet ngakak bekakakan,

"Raimu, Jo! Kalau dimaki-maki ya iya!"

Slamet tahu benar, betapa galaknya Yu Darmi, isteri Bejo. Dari tadi ia sudah berencana menurunkan Bejo agak jauh dari pagar rumahnya. Takut kecipratan darah.

"Begini saja... kita taruhan!" Bejo menantang. Slamet tambah keras ngakaknya.

"Kalau aku benar, motormu buat aku", Bejo meneruskan tanpa peduli ketawanya Slamet, "Kalau aku salah, isteriku kucerai buat kamu!"

Slamet tercenung seketika. Terbayang olehnya, Yu Darmi yang semlohai....

"Wuookeeehhh!" Slamet mantap menyanggupi tantangan temannya.

Tibalah saatnya Bejo mengetuk pintu.

"Sayangkuuuu....", suaranya ganjen sekali, "Mamas pulaaang...."

"Brrruaakkk!!! Grombyang... klonthang...!!!" suara entah wajan entah piring dilempar ke pintu dari dalam.

"SAYANGKUUUU???!!!" suara Yu Darmi melengking, "sayangku raimu mlocottt!!!! Minggiyyat lagi sana!!!!"

Slamet kehilangan motor.

0 comments:

Post a Comment